A. Sinopsis Novel Difu al-Layali ahy-Syatiyah (Kehangatan
Malam-Malam yang Dingin) Karya Dr Abdullah Bin Sholeh al-‘Ariniy
Novel ini menceritakan tentang perjalan hidup
seorang laki-laki Arab yang bernama Abdul Muhsin, yang sedang menjalani
studinya tingkat magister dan doktor di salah satu Universitas Amerika. Abdul
Muhsin beserta istri dan anaknya tinggal di kota Colardo untuk beberapa tahun.
Di
mulai dari bandara New York. Abdul Muhsin dan keluarga pertama kali
menginjakkan kaki di negeri Amerika, yang menganut paham liberalisme. Dan di
lingkungan yang sangat berbeda ini, Abdul Muhsin harus menghadapi
masalah-masalah dalam kehidupannya. Mulai dari kriminal, diskriminasi, dan
paham liberalnya yang berlaku di negeri tersebut.
Akan
tetapi dengan sabar dan tangguh Abdul Muhsin mampu menyelesaikan
masalah-masalah yang dia hadapi seperti selamat dari perampok, berhasil
menyelesaikan tantangan Dr Baha Hanna untuk mengisi seminar, berhasil membujuk
Jean pulang ke rumah, merubah sikap Walid (sepupunya), hingga membangun masjid.
Di
dalam novel ini seakan-akan mengandung pesan bahwa seorang muslim dimanapun
dia, sekalipun di tempat yang mungkin tidak menguntungkan di pihak mereka,
selagi tetap berpegang teguh dengan keislamannya dan Al quran. Semua masalah
yang ada di depannya pasti akan teratasi dan terselesaikan. Seperti Abdul
Muhsin contohnya, walaupun sudah bertahun-tahun di Amerika. Tetapi tidak
sedikit budaya Amerika mempengaruhinya, dan dia tidak terkontaminasi dengan
budaya yang ada di Amerika.
Dan
yang menarik dalam novel ini adalah Abdul Muhsin digambarkan seperti sebagai
sosok pahlawan sejati yang mampu menyelesaikan segala urusan atau masalahnya
dengan tuntas.
B. Konteks Novel dan Latar Belakang
Novel
ini terbit pada tahun 2000 masehi. Setelah sebelumnya sudah ada Burung Pipit
dari Timur karya Taufiq al-Hakim, Kehidupan Latin karya Yahya Haqqi,
Musim Hijrah Terakhir karya Thoyyib Sholih, Pantai Terakhir karya
Muhammad Jibril, dan Siniora karya Ishom Khoqir. Difu al-Layali
asy-Syatiyah (Kehangatan Malam-malam yang Dingin) karya Dr Abdullah bin
Sholeh al-Ariniy hadir dengan cerita dan gambaran yang berbeda. Novel ini lebih
menyentuh ke dalam aspek sosial dan peradaban dengan cara yang halus. Bukan
hanya itu, dalam novel ini juga dihidangkan penggambaran kepribadian orang
Arab.
Lalu
kenapa Dr Abdullah mengarang novel yang isi ceritanya tentang pengembaraan atau
perjalanan seseorang di negeri orang lain? Mungkin salah satu faktornya adalah
pengaruh dari Najib Kailani. Karena Dr Abdulah ini mendapatkan gelar doktor
lewat perantara hasil kritiknya terhadap karya-karya Najib Kailani, secara
tidak langsung Dr Abdullah tentunya mengenal seluk beluk seperti apa Najib
Kailani dan karakteristik dari karyanya. Sedangkan kita tahu bahwa salah satu
karya Najib yang terkenal yang berjudul ar-Rojulu Idza Aamana, juga
menceritakan tentang pengembaraan seseorang atau cerita perjalanan seseorang di
negeri orang lain. Namun novel yang disajikan Dr Abdullah ini berbeda konsep
ceritanya dengan novel ar-Rojulu Idza Aamana.
Jikalau
dalam novel ar-Rojulu Idza Aamana ini menceritakan pengembaran orang
barat ke timur, sedangkan novel Difu al-Layali asy-Syatiyah ini
menceritakan pengembaraan orang timur ke barat. Dan kalau di dalam novel ar-Rojulu
Idza Aamana tokoh Iryan terpengaruh dengan lingkungan keadaan dan budaya di
timur, tetapi tokoh Abdul Muhsin dalam novel Difu al-Layali asy-Syatiyah tidak
terpengaruh atau terkontaminasi sedikitpun dengan budaya barat.
Lalu
kenapa juga Dr Abdullah memilih Riyadh dan Amerika sebagai latar ceritanya?
Mungkin salah satu alasannya adalah karena memang Dr Abdullah ini orang Riyadh
asli. Lalu bagaimana dengan Amerika? Menurut pandangan saya bukan tanpa alasan
Dr Abdullah memilih Amerika sebagai latar dalam novel. Lalu apa alasannya.
Di
Amerika, mulai tahun 1900 sampai 1980 presentase jumlah muslim yang ada di
Amerika awalnya 12,4% menjadi 16,5%. Ini artinya dari tahun 1900 sampai 1980
presentase jumlah muslim di Amerika naik 4,1%. Dibandingkan dengan jumlah
pemeluk kristen dari tahun 1900 sampai 2000 yang awalnya 26,9% menjadi 30%, presentasenya
naiknya hanya mencapai 3,1%. 20 tahun selanjutnya, yaitu tahun 2000. Presentase
jumlah muslim kembali naik mencapai 19,2%, sebaliknya presentase pemeluk
kristen justru menurun 0,1% menjadi hanya 29,9%.
Dari
presentase di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tahun 2000-an ini, presentase
kenaikan jumlah muslim di Amerika sedang naik. Dan faktor inilah yang mungkin
salah satu sebabnya Dr Abdullah memilih Amerika sebagai latar di dalam
novelnya. Di dalam novel juga terdapat cerita tentang keislaman seseorang,
yaitu Tomi yang kemudia mengganti namanya menjadi Abdul Karim. Dengan ini,
pendapat keadaan kenaikan presentase jumlah muslim di Amerika pada tahun 2000 mempengaruhi Dr Abdullah sehingga
memilih Amerika sebagai latar dalam novelnya semakin kuat.
C. Analaisis
Cultural Studies dalam Novel Difu al-Layali asy-Syatiyah (Kehangatan
Malam-malam yang Dingin) Karya Dr Abdullah bin Sholeh al-Ariniy
Kenapa penulis memilih untuk
menggunakan pendekatan cultural studies untuk mengkaji novel ini? Karena
menurut penulis sendiri novel ini sangat menarik dikaji dari segi budayanya.
Karena tidak sedikit di dalam novel ini yang menghadirkan suatu kebudayaan
dengan penggambara-penggambaran yang sangat apik.
Cultural studies adalah suatu
pendekatan yang mengkaji sesuatu melalui budaya. Di dalam cultural studies ini,
penulis akan menggunakan dua konsep; identitas dan representasi. Identitas
adalah konstruksi budaya, yaitu konstruksi tentang bagaimana seseorang itu
menjadi orang, bagaimana kita diproduksi sebagai subjek dan bagaimana kita
menyamakan diri kita (atau secara emosional) dengan gambaran sebagai laki-laki,
perempuan, hitam, putih, tua, muda, dan lain sebagainya. Representasi
adalah tentang bagaimana budaya itu dikonstruksi dan direpresentasikan kepada
dan oleh kita dalam cara-cara yang bermakna.
Identitas yang terdapat
dalam novel ini, secara garis besar besar ada dua; konstruk budaya Arab dan
konstruk budaya barat. Konstruk budaya Arab diantaranya adalah yang terdapat di
dalam tokoh utama sendiri, yaitu Abdul Muhsin. Abdul Muhsin adalah sosok
seorang yang selalu membaca doa di setiap waktunya, hal ini membuktikan bahwa
Abdul Muhsin sedang dikonstruk oleh budaya orang muslim Riyad. Karena kebiasaan
atau budaya orang muslim Riyad adalah selalu berdoa di setiap waktunya.
Bukti
Abdul Muhsin selalu berdoa terdapat pada halaman 8, 16, dan 65.
كا ن يقول في نبرة وادعة:
اللهم رب السموات السبع وما أظللن
والأرضين السبع وما أقللن ....(halaman
8)
ويقول بلهجة فيها فرح
يا رب لك الحمد والشكر (halaman 15)
لكنه استعاذ بالله من الشيطان الرجيم، ومضى مظاهرا بالقوة (halaman 65)
Bukan hanya berdoa saja,
Abdul Muhsin dan temannya, yaitu Abu Rosyid. Keduanya mempunyai jenggot. Hal
ini membuktikan bahwa Abdul Muhsin dan Abu Rosyid sedang dikonstruk oleh budaya
Arab dan tetap mempertahankan budaya orang Arab yaitu memelihara jenggot.
Bukti
Abdul Muhsin dan Abu Rosyid berjenggot terdapat pada halaman 43
رحب به، ودعاه إلى الدخول، ودخل عبد المحسن، كان معه صديقه أبو راشد،
كان الرجلان متفقين في كثير من مظهريهما، وكان موطن تعجب وليد أنه لم يكن يتوقع أن
يكون منظر الرجل الملتحي بهذا الانسجام التام مع اللباس الأجنبي
Selain
gemar berdoa dan berjenggot, budaya Arab yang Abdul Muhsin pertahankan di
Amerika ini adalah silaturrahim. Di dalam novel ini diceritakan Abdul Muhsin
bersilaturahim ke tempat tinggal Walid, hingga sebaliknya di lain waktu Walid
yang berkunjung ke rumah Abdul Muhsin. Bukan hanya itu, sebelum Abdul Muhsin
pulang ke Riyadh, dia juga bersilaturahim ke apartemen yang pertama kali dia
singgahi ketika tinggal di Amerika. Hal ini membuktikan bahwa Abdul Muhsin
sedang dikonstruk budaya timur, yaitu silaturahmi.
Bukti
Abdul Muhsin bersilaturahim ke tempat tinggal Walid dan apartemen terdapat pada
halaman 43 dan 166
وفي أحد أيام الأسبوع الأول لوصوله، كان جرس الباب يقرع، وكانت مفاجأة
مذهلة حقا، فحين فتح الباب وجد نفسه أمام ابن خالته عبد المحسن (halaman 43)
قادته قدماه إلى أول مكان سكنه مع أسرته الصغيرة في الفندق الصغير
قضوا فيه الأيام الأولى قبل أن ينتقلوا إلى منزل مسزبودي(halaman
166)
Selain pada
diri Abdul Muhsin, terdapat identitas konstruk budaya barat. Identitas ini terdapat pada orang-orang disekitar jalan yang
dilihat Abdul Muhsin ketika mobilnya berhenti di lampu merah. Para perempuan
menggunakan pakaian yang terbuka dan seksi, yang dapat menimbulkan syahwat para
lelaki. Sebagian para laki-laki menggunakan pakaian rapih seperti pakaian
kantor (berdasi dan jas), dan sebagian laki-laki lain ada yang rambutnya
acak-acak seperti model punk dengan menggunakan pakaiannya yang sobek-sobek.
Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Amerika yang dilihat Abdul Muhsin tadi
sedang dikonstruksi oleh budaya barat.
Bukti
dari masyarakat yang dikonstruk oleh budaya barat ini terdapat pada halaman
10-11
زحام اسيارات لافت للنظر، وها لها كثرة العابرين حين تتوقف السيارات
عند الإشارة الضوئية.. كانت تعبر الطريق نساء بملابس فاضحة، وكانت هناك بعض
العجائز يقطعن الطريق وهن يمشين الهوينا.. خليط من البشر، فيهم الأسود البشرة،
بينما أكثر من البشرة البيضاء، الشديد البياض، بدت ملابس بعضهم في صورة منتظمة
مرتبة، كتلك التي يظهر بها رجال الدعاية للعطور الرجالية، والألبسة الرجالية،
وبجانب هذا ربما وقف رجل أشعت الشعر، ممزق الملابس.
Bukan hanya itu saja,
identitas yang lain adalah ketika Walid menghidangkan minuman bersoda (Coca-cola)
terhadap Abdul Muhsin dan Abu Rosyid. Hal ini membuktkan bahwa Walid telah di
konstruk oleh budaya barat, yaitu dengan menghidangkan minuman bersoda, bukan
menghidangkan kopi atau air putih seperti budaya di Arab.
Bukti
dari Walid menghidangkan minuman bersoda untuk tamunya terdapat pada halaman
44.
سارع وليد إلى ثلاجة صغيرة في زاوية الصالة، وأخرج منها ثلاث علب
كوكاكولا، ووضعها مع ثلاثة أكواب فوق الطاولة
Identitas
yang lainnya ditunjukan oleh Jean. Yaitu ketika Jean merokok. Di dunia barat,
seorang merokok bukanlah hal yang aneh lagi. Berbeda mungkin di dunia Arab,
seorang perempuan tidak sewajarnya untuk merokok, bahkan seorang perempuan yang
merokok bisa saja langsung dicap sebagai wanita yang tidak baik. dengan Jean
merokok, hal ini menjadi bukti bahwa Jean sedang dikonstruk oleh budaya barat.
Bukti
dari Jean merokok terdapat pada halaman 153
كانت جين تعبث بسيجارة في يدها، لم تشعلها تقديرا لأمل التي أخبرتها
أن دخان السيجارة يسبب لها مضايقة
Selanjutnya, setelah identitas adalah
representasi. Wujud representasi yang penulis temukan di dalam novel ini adalah
berupa budaya bermusyawarah. Budaya bermusyawarah ini sering dilakukan oleh
para sahabat nabi pada masanya. Mereka melakukan musyawarah untuk memecahkan
suatu masalah dan mencari suatu solusi. Di dalam novel ini musyawarah kembali
dihadirkan dan direpresentasikan lewat Abdul Muhsin. Suatu ketika Abdul Muhsin
mengundang teman-teman guna untuk membicarakan dan memusyawarahkan perihal
rencananya untuk membangun sebuah
masjid. Dan nyatanya musyawarah ini telah mengahasilkan suatu solusi dan
akhirnya rencana pembangunan masjid pun berjalan dengan lancar.
Bukti
dari Abdul Muhsin bermusyawarah dengan teman-temannya terdaoat pada halaman 105
وفي عطلة نهاية الأسبوع كان عبد المحسن يقف محييا أصدقاءه الذين لبوا
دعوته لتناول العشاء، ومناقشة مشروع بناء المسجد، وعلى ما كان يتوقع تماما