Friday, January 19, 2018




Pada kesempatan kali ini penulis akan sedikit membahas tentang lafadz حياة dan حيوان. Sebelum membahas lebih lanjut kedua lafadz ini, sebelumnya penulis akan menyajikan satu ayat dari Alquran yang di dalam ayat tersebut terdapat dua lafadz ini. Yaitu surat Al-Ankabut ayat 64.
وما هذه الحياة الدنيا إلا لهو ولعب وإن الدار الأخرة لهي الحيوان لو كانوا يعلمون
Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.
Di dalam ayat ini terdapat lafadz حياة dan juga lafadz حيوان sekaligus. Dan jika diperhatikan, ayat ini diakhiri dengan kalimat لو كانوا يعلمون yang mengisyaratkan agar dibahas atau diteliti. Oleh karena itu di sini penulis akan sedikit mencoba untuk membahas lafadz حياة dan حيوان.
Lafadz حيوان di dalam ayat ini dibaca dengan “hayawan” yang bukan bermakna hewan. Karena apabila melihat dari terjemahan ayat tersebut, hayawan diartikan dengan hidup, sama dengan halnya lafadz hayah ( حياة ). Lalu kenapa hayawan di sini diartikan hidup? Bukan diartikan sebagai hewan? Apa alasannya dan apa asal kata hayawan sebenarnya.
Lafadz hayawan dalam ayat ini memang bukan bermakna hewan dan tidak ada sangkut pautnya sedikitpun dengan hewan. Karena sebenarnya lafadz hayawan ini adalah musytaq (berasal) dari lafadz hayah, oleh karenanya keduanya memiliki makna yang sama yaitu kehidupan. Akan tetapi ada sedikit perbedaan, jika hayah bermakna kehidupan sedangkan hayawan bermakna kehidupan yang sebenarnya.
Dipandang dari segi morfologi Bahasa Arab, penambahan huruf di dalam suatu lafadz lazimnya juga akan menambah makna di dalamnya ( زيادة الحرف تدل على زيادة المعنى ). Seperti contoh مدرس  bermakna guru (tunggal) sedangkan apabila ditambah dengan wawu nun makan maknanya juga akan berubah dan ditambah (nonimalnya) menjadi jamak mudzakar salim, مدرسون  bermakna banyak guru. Dari qoidah ini kita bisa tahu bahwa hayawan tentunya memiliki makna yang berbeda dengan hayah dan mengandung tambahan makna dari makna hayah, karena lafadz hayawan mempunyai tambahan alif dan nun dari hayah. Lalu apa tambahan makdan dan faidah dari penambahan huruf yang ada di dalam lafadz hayawan?
 Hayawan ini berwazan fa’alan ( فعلان ) sama sepertiغليان  (mendidih) dan طيران (terbang). Penambahan alif nun di dalam kedua lafadz ini berfaidah sebagai menunjukan makna bergerak dan berubah-berubah atau berbolak balik (تدل على حركة وتقلب  ). Jika diperhatikan antara gholayan dan thoyaran, keduanya mempunya makna dinamis, keduanya sama-sama aktif, sama-sama bergerak tidak berhenti. Ketika air mendidih maka air tersebut akan terus bergerak ke ata dan ke bawah tanpa henti karena mendidih, sama halnya ketika burung terbang kepakan sayapnya terus bergerak tanpa henti agar tetap bisa melayang di udara. Intinya adalah menunjukan makna dinamis bukan statis. Oleh karena itu hayawan diartikan dengan kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan yang dinamis (kehidupan yang selalu hidup/selalu bergerak) dengan tanda kutip tidak ada kematian dalam hayawan. Berbeda dengan hayah yang masih terdapat kematian di dalamnya.
Selain dinamis, penambahan alif dan nun dalam lafadz hayawan juga menunjukan akan makna kebenaran sesuatu (  حقيقة الشيء), dan sedangkan tidak ada tambahan alif dan nun menunjukan akan makna penggambaran sesuatu (صورة الشيء  ). Jika di analogikan dengan seseorang yang sedang bercermin, maka bayangan orang yang ada di cermin itulah hayah (tidak ditambah alif dan nun) yang menunjukan makna penggambaran sesuatu (صورة الشيء ). Dan sosok orang yang bercermin inilah hayawan (ditambah alif dan nun) yang menunjukan makna kebenaran sesuatu (حقيقة الشيء ). Oleh karena itu juga hayawan diartikan sebagai kehidupan yang sebenarnya karena telah ditambah alif dan nun yang berfaidah haqiqotus syai’.
Karena untuk memahami Al Qur’an itu membutuhkan ilmu tafsir, setelah penulis sedikit membahas lafadz hayawan dari segi bahasanya. Penulis akan mengambil beberapa pendapat ahli tafsir mengenai tafsiran dari lafadz hayawan ini. Diantaranya adalah:
·         Menurut Ath Thobari
الحيوان حياة لا موت فيها
Hayawan adalah kehidupan yang tiada kematian di dalamnya
·         Menurut Al Baghawi
الحياة الدائمة الباقية
Hayawan adalah kehidupan yang tersisa yang selamanya
·         Menurut Ibnu Katsir
الحياة الحق التي لا زوال ولا انقضاء بل هي مستمرة أبد الآبد
Hayawan adalah kehidupan yang sebenarnya, yang tiada akhir dan tiada habisnya, melainkan justru berlangsung selama-lamanya
Dari beberapa pendapat mufassir tersebut maka dapat diambil kesimpulan, bahwasanya hayawan itu adalah kehidupan yang sebenarnya, kehidupan yang abadi, kehidupan yang tiada akhirnya atau selama-lamanya. Sedangkan hayah adalah kehidupan yang mempunyai akhir atau batas dan tidak abadi ( الحياة لا بد لها نهاية ليس من معناها الاستمرار ).
            Terakhir dari penulis, hanya ingin mengingatkan bahwa lafadz hayah tadi dinisbatkannya ke dunia sedangkan hayawan dinisbatkan ke akhirat. Itu artinya kita harus selalu ingat bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara, sedangkan kehidupan yang sebenarnya itu nanti kelak di akhirat sana. Semoga kita semua bukan termasuk dari golongan orang-orang yang lalai akan kehidupan di akhirat karena terbuai kehidupan dunia.



Thursday, January 18, 2018




A. Sinopsis Novel Difu al-Layali ahy-Syatiyah (Kehangatan Malam-Malam yang Dingin) Karya Dr Abdullah Bin Sholeh al-‘Ariniy
                Novel ini menceritakan tentang perjalan hidup seorang laki-laki Arab yang bernama Abdul Muhsin, yang sedang menjalani studinya tingkat magister dan doktor di salah satu Universitas Amerika. Abdul Muhsin beserta istri dan anaknya tinggal di kota Colardo untuk beberapa tahun.
                Di mulai dari bandara New York. Abdul Muhsin dan keluarga pertama kali menginjakkan kaki di negeri Amerika, yang menganut paham liberalisme. Dan di lingkungan yang sangat berbeda ini, Abdul Muhsin harus menghadapi masalah-masalah dalam kehidupannya. Mulai dari kriminal, diskriminasi, dan paham liberalnya yang berlaku di negeri tersebut.
                Akan tetapi dengan sabar dan tangguh Abdul Muhsin mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dia hadapi seperti selamat dari perampok, berhasil menyelesaikan tantangan Dr Baha Hanna untuk mengisi seminar, berhasil membujuk Jean pulang ke rumah, merubah sikap Walid (sepupunya), hingga membangun masjid.
                Di dalam novel ini seakan-akan mengandung pesan bahwa seorang muslim dimanapun dia, sekalipun di tempat yang mungkin tidak menguntungkan di pihak mereka, selagi tetap berpegang teguh dengan keislamannya dan Al quran. Semua masalah yang ada di depannya pasti akan teratasi dan terselesaikan. Seperti Abdul Muhsin contohnya, walaupun sudah bertahun-tahun di Amerika. Tetapi tidak sedikit budaya Amerika mempengaruhinya, dan dia tidak terkontaminasi dengan budaya yang ada di Amerika.
                Dan yang menarik dalam novel ini adalah Abdul Muhsin digambarkan seperti sebagai sosok pahlawan sejati yang mampu menyelesaikan segala urusan atau masalahnya dengan tuntas.  
B. Konteks Novel dan Latar Belakang
                Novel ini terbit pada tahun 2000 masehi. Setelah sebelumnya sudah ada Burung Pipit dari Timur karya Taufiq al-Hakim, Kehidupan Latin karya Yahya Haqqi, Musim Hijrah Terakhir karya Thoyyib Sholih, Pantai Terakhir karya Muhammad Jibril, dan Siniora karya Ishom Khoqir. Difu al-Layali asy-Syatiyah (Kehangatan Malam-malam yang Dingin) karya Dr Abdullah bin Sholeh al-Ariniy hadir dengan cerita dan gambaran yang berbeda. Novel ini lebih menyentuh ke dalam aspek sosial dan peradaban dengan cara yang halus. Bukan hanya itu, dalam novel ini juga dihidangkan penggambaran kepribadian orang Arab.
                Lalu kenapa Dr Abdullah mengarang novel yang isi ceritanya tentang pengembaraan atau perjalanan seseorang di negeri orang lain? Mungkin salah satu faktornya adalah pengaruh dari Najib Kailani. Karena Dr Abdulah ini mendapatkan gelar doktor lewat perantara hasil kritiknya terhadap karya-karya Najib Kailani, secara tidak langsung Dr Abdullah tentunya mengenal seluk beluk seperti apa Najib Kailani dan karakteristik dari karyanya. Sedangkan kita tahu bahwa salah satu karya Najib yang terkenal yang berjudul ar-Rojulu Idza Aamana, juga menceritakan tentang pengembaraan seseorang atau cerita perjalanan seseorang di negeri orang lain. Namun novel yang disajikan Dr Abdullah ini berbeda konsep ceritanya dengan novel ar-Rojulu Idza Aamana.
                Jikalau dalam novel ar-Rojulu Idza Aamana ini menceritakan pengembaran orang barat ke timur, sedangkan novel Difu al-Layali asy-Syatiyah ini menceritakan pengembaraan orang timur ke barat. Dan kalau di dalam novel ar-Rojulu Idza Aamana tokoh Iryan terpengaruh dengan lingkungan keadaan dan budaya di timur, tetapi tokoh Abdul Muhsin dalam novel Difu al-Layali asy-Syatiyah tidak terpengaruh atau terkontaminasi sedikitpun dengan budaya barat.
                Lalu kenapa juga Dr Abdullah memilih Riyadh dan Amerika sebagai latar ceritanya? Mungkin salah satu alasannya adalah karena memang Dr Abdullah ini orang Riyadh asli. Lalu bagaimana dengan Amerika? Menurut pandangan saya bukan tanpa alasan Dr Abdullah memilih Amerika sebagai latar dalam novel. Lalu apa alasannya.
                Di Amerika, mulai tahun 1900 sampai 1980 presentase jumlah muslim yang ada di Amerika awalnya 12,4% menjadi 16,5%. Ini artinya dari tahun 1900 sampai 1980 presentase jumlah muslim di Amerika naik 4,1%. Dibandingkan dengan jumlah pemeluk kristen dari tahun 1900 sampai 2000 yang awalnya 26,9% menjadi 30%, presentasenya naiknya hanya mencapai 3,1%. 20 tahun selanjutnya, yaitu tahun 2000. Presentase jumlah muslim kembali naik mencapai 19,2%, sebaliknya presentase pemeluk kristen justru menurun 0,1% menjadi hanya 29,9%.
                Dari presentase di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tahun 2000-an ini, presentase kenaikan jumlah muslim di Amerika sedang naik. Dan faktor inilah yang mungkin salah satu sebabnya Dr Abdullah memilih Amerika sebagai latar di dalam novelnya. Di dalam novel juga terdapat cerita tentang keislaman seseorang, yaitu Tomi yang kemudia mengganti namanya menjadi Abdul Karim. Dengan ini, pendapat keadaan kenaikan presentase jumlah muslim di Amerika pada tahun  2000 mempengaruhi Dr Abdullah sehingga memilih Amerika sebagai latar dalam novelnya semakin kuat.
 

C. Analaisis Cultural Studies dalam Novel Difu al-Layali asy-Syatiyah (Kehangatan Malam-malam yang Dingin) Karya Dr Abdullah bin Sholeh al-Ariniy
                Kenapa penulis memilih untuk menggunakan pendekatan cultural studies untuk mengkaji novel ini? Karena menurut penulis sendiri novel ini sangat menarik dikaji dari segi budayanya. Karena tidak sedikit di dalam novel ini yang menghadirkan suatu kebudayaan dengan penggambara-penggambaran yang sangat apik.
                Cultural studies adalah suatu pendekatan yang mengkaji sesuatu melalui budaya. Di dalam cultural studies ini, penulis akan menggunakan dua konsep; identitas dan representasi. Identitas adalah konstruksi budaya, yaitu konstruksi tentang bagaimana seseorang itu menjadi orang, bagaimana kita diproduksi sebagai subjek dan bagaimana kita menyamakan diri kita (atau secara emosional) dengan gambaran sebagai laki-laki, perempuan, hitam, putih, tua, muda, dan lain sebagainya. Representasi adalah tentang bagaimana budaya itu dikonstruksi dan direpresentasikan kepada dan oleh kita dalam cara-cara yang bermakna.
                Identitas yang terdapat dalam novel ini, secara garis besar besar ada dua; konstruk budaya Arab dan konstruk budaya barat. Konstruk budaya Arab diantaranya adalah yang terdapat di dalam tokoh utama sendiri, yaitu Abdul Muhsin. Abdul Muhsin adalah sosok seorang yang selalu membaca doa di setiap waktunya, hal ini membuktikan bahwa Abdul Muhsin sedang dikonstruk oleh budaya orang muslim Riyad. Karena kebiasaan atau budaya orang muslim Riyad adalah selalu berdoa di setiap waktunya. 
                Bukti Abdul Muhsin selalu berdoa terdapat pada halaman 8, 16, dan 65.
كا ن يقول في نبرة وادعة:
اللهم رب السموات السبع وما أظللن
والأرضين السبع وما أقللن ....(halaman 8)
ويقول بلهجة فيها فرح
يا رب لك الحمد والشكر (halaman 15)
لكنه استعاذ بالله من الشيطان الرجيم، ومضى مظاهرا بالقوة (halaman 65)
            Bukan hanya berdoa saja, Abdul Muhsin dan temannya, yaitu Abu Rosyid. Keduanya mempunyai jenggot. Hal ini membuktikan bahwa Abdul Muhsin dan Abu Rosyid sedang dikonstruk oleh budaya Arab dan tetap mempertahankan budaya orang Arab yaitu memelihara jenggot.
                Bukti Abdul Muhsin dan Abu Rosyid berjenggot terdapat pada halaman 43
رحب به، ودعاه إلى الدخول، ودخل عبد المحسن، كان معه صديقه أبو راشد، كان الرجلان متفقين في كثير من مظهريهما، وكان موطن تعجب وليد أنه لم يكن يتوقع أن يكون منظر الرجل الملتحي بهذا الانسجام التام مع اللباس الأجنبي
                Selain gemar berdoa dan berjenggot, budaya Arab yang Abdul Muhsin pertahankan di Amerika ini adalah silaturrahim. Di dalam novel ini diceritakan Abdul Muhsin bersilaturahim ke tempat tinggal Walid, hingga sebaliknya di lain waktu Walid yang berkunjung ke rumah Abdul Muhsin. Bukan hanya itu, sebelum Abdul Muhsin pulang ke Riyadh, dia juga bersilaturahim ke apartemen yang pertama kali dia singgahi ketika tinggal di Amerika. Hal ini membuktikan bahwa Abdul Muhsin sedang dikonstruk budaya timur, yaitu silaturahmi.
                Bukti Abdul Muhsin bersilaturahim ke tempat tinggal Walid dan apartemen terdapat pada halaman 43 dan 166
وفي أحد أيام الأسبوع الأول لوصوله، كان جرس الباب يقرع، وكانت مفاجأة مذهلة حقا، فحين فتح الباب وجد نفسه أمام ابن خالته عبد المحسن (halaman 43)  
قادته قدماه إلى أول مكان سكنه مع أسرته الصغيرة في الفندق الصغير قضوا فيه الأيام الأولى قبل أن ينتقلوا إلى منزل مسزبودي(halaman 166)
Selain pada diri Abdul Muhsin, terdapat identitas konstruk budaya barat. Identitas ini  terdapat pada orang-orang disekitar jalan yang dilihat Abdul Muhsin ketika mobilnya berhenti di lampu merah. Para perempuan menggunakan pakaian yang terbuka dan seksi, yang dapat menimbulkan syahwat para lelaki. Sebagian para laki-laki menggunakan pakaian rapih seperti pakaian kantor (berdasi dan jas), dan sebagian laki-laki lain ada yang rambutnya acak-acak seperti model punk dengan menggunakan pakaiannya yang sobek-sobek. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Amerika yang dilihat Abdul Muhsin tadi sedang dikonstruksi oleh budaya barat.
                Bukti dari masyarakat yang dikonstruk oleh budaya barat ini terdapat pada halaman 10-11
زحام اسيارات لافت للنظر، وها لها كثرة العابرين حين تتوقف السيارات عند الإشارة الضوئية.. كانت تعبر الطريق نساء بملابس فاضحة، وكانت هناك بعض العجائز يقطعن الطريق وهن يمشين الهوينا.. خليط من البشر، فيهم الأسود البشرة، بينما أكثر من البشرة البيضاء، الشديد البياض، بدت ملابس بعضهم في صورة منتظمة مرتبة، كتلك التي يظهر بها رجال الدعاية للعطور الرجالية، والألبسة الرجالية، وبجانب هذا ربما وقف رجل أشعت الشعر، ممزق الملابس.
            Bukan hanya itu saja, identitas yang lain adalah ketika Walid menghidangkan minuman bersoda (Coca-cola) terhadap Abdul Muhsin dan Abu Rosyid. Hal ini membuktkan bahwa Walid telah di konstruk oleh budaya barat, yaitu dengan menghidangkan minuman bersoda, bukan menghidangkan kopi atau air putih seperti budaya di Arab.
                Bukti dari Walid menghidangkan minuman bersoda untuk tamunya terdapat pada halaman 44.
سارع وليد إلى ثلاجة صغيرة في زاوية الصالة، وأخرج منها ثلاث علب كوكاكولا، ووضعها مع ثلاثة أكواب فوق الطاولة
                Identitas yang lainnya ditunjukan oleh Jean. Yaitu ketika Jean merokok. Di dunia barat, seorang merokok bukanlah hal yang aneh lagi. Berbeda mungkin di dunia Arab, seorang perempuan tidak sewajarnya untuk merokok, bahkan seorang perempuan yang merokok bisa saja langsung dicap sebagai wanita yang tidak baik. dengan Jean merokok, hal ini menjadi bukti bahwa Jean sedang dikonstruk oleh budaya barat.
                Bukti dari Jean merokok terdapat pada halaman 153
كانت جين تعبث بسيجارة في يدها، لم تشعلها تقديرا لأمل التي أخبرتها أن دخان السيجارة يسبب لها مضايقة
                 Selanjutnya, setelah identitas adalah representasi. Wujud representasi yang penulis temukan di dalam novel ini adalah berupa budaya bermusyawarah. Budaya bermusyawarah ini sering dilakukan oleh para sahabat nabi pada masanya. Mereka melakukan musyawarah untuk memecahkan suatu masalah dan mencari suatu solusi. Di dalam novel ini musyawarah kembali dihadirkan dan direpresentasikan lewat Abdul Muhsin. Suatu ketika Abdul Muhsin mengundang teman-teman guna untuk membicarakan dan memusyawarahkan perihal rencananya untuk membangun  sebuah masjid. Dan nyatanya musyawarah ini telah mengahasilkan suatu solusi dan akhirnya rencana pembangunan masjid pun berjalan dengan lancar.
                Bukti dari Abdul Muhsin bermusyawarah dengan teman-temannya terdaoat pada halaman 105
وفي عطلة نهاية الأسبوع كان عبد المحسن يقف محييا أصدقاءه الذين لبوا دعوته لتناول العشاء، ومناقشة مشروع بناء المسجد، وعلى ما كان يتوقع تماما


               

Total Pageviews

Powered by Blogger.

search

Buku (Prediksi) SPMB UIN Jakarta 2021

  SPMB Mandiri atau Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Mandiri, adalah salah satu jalur yang mempunyai kuota paling besar untuk masuk UIN Jak...

About

Aghnin Khulqi adalah seorang mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab semester 6 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Popular Posts