Sunday, August 16, 2020

            

 

            Setiap manusia yang dilahirkan di dunia, selalu mempunyai rasa cinta. Selain cinta kepada kedua orang tua, cinta terhadap tanah air tempat kita dilahirkan juga tak boleh dipandang sebelah mata. Terkadang, diantara kita yang mungkin diberi kesempatan untuk belajar, bekerja, atau bahkan mengembara di tempat lain dan negara lain. Kita akan terlena dan akhirnya mulai lupa dengan negara asal kita, yang mana kita dilahirkan di sana. Yang tinggal di luar atau mungkin pernah tinggal di luar negeri saja tidak seharusnya melupakan negera asalnya begitu saja, apalagi yang sejak kecil lahir hingga dewasa di negeri sendiri. Sudah menjadi kewajiban mutlak seharusnya untuk mencintai tanah air dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.

             Lalu nasionalisme yang seperti apa yang seharusnya kita miliki? Sebelum bertanya demikian, baiknya kita coba pahami terlebih dahulu apa makna dari istilah nasionalisme itu sendiri. Joseph Ernest Renan pernah berkata, bahwa nasionalisme adalah sebuah keinginan untuk mewujudkan persatuan dalam bernegara. Persatuan menjadi kunci utama di sini, karena tanpa adanya persatuan dan kesatuan, tentunya akan selalu menggapai kejayaan. Oleh karenanya, sudah menjadi harga mati bagi kita semua sebagai bangsa ini, untuk senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan kita. Tidak mudah terprovokasi, tidak mudah dipecah belah, dan tidak mudah hasutan oknum-oknum yang selalu berusaha melunturkan nasionalisme dan persatuan kesatuan kita.

 Di dalam bukunya, Suprayogi juga menjelaskan bahwa nasionalime bangsa Indonesia memiliki sikap yang positif yaitu mendorong terwujudnya negara Republik Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Setidaknya ada empat poin pokok yang disampaikan oleh Suprayogi dalam menafsirkan nasionalisme. Yaitu persatuan, kedaulatan, keadilan, dan kemakmuran.

Walaupun keempat poin pokok tadi sama-sama penting, kali ini mari kita coba fokuskan kepada kemakmuran. Mari kita sejenak merefleksikan diri untuk untuk mengintip bagaimana keadaan negeri tercinta ini, apakah sudah makmur? Apakah setiap warganya sudah makan tiga kali sehari? Atau mungkin sudahkan mereka tidur nyenyak tanpa kedinginan dikala hujan dan tidak kepanasan dikala kemarau datang?

Tak usah dijawab, karena pertanyaan-pertanyaan tadi bagi saya tidak membutuhkan jawaban. Ada yang lebih penting dari sekedar jawaban, yaitu sebuah tindakan. Ya benar, tindakan yang nyata aksi yang nyata. Lalu bagaimana caranya? Zoon politicon, manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup sendiri dan pasti membutuhkan dengan manusia yang lainnya. Kita sadar betul bukan akan hal ini.

Namun sayangnya, terkadang kita lupa dengan orang-orang sekeliling kita dikala senang. Disaat rumah bergelimang harta dan makanan, tak pernah sesekali pun kita mencoba menengok saudara-saudara kita di sana yang mungkin sedang kelaparan, tak pernah sejenak pun untuk memikirkan nasib mereka. Sungguh ironi sekali, beginilah hasilnya apabila rasa empati kita telah hilang. Dan yang tersisa dalam diri kita hanyalah rasa egois hanya memikirkan diri sendiri.

Di tahun pandemi ini, kita tahu tak sedikit orang yang merasakan dampak dan akibatnya. Berapa banyak pedagang pasar dan berapa banyak pegawai kehilangan mata pencaharian. Sebagian dari kita ada yang merasa kesulitan untuk untuk mendapatkan uang, jangankan uang, untuk makan sesuap nasi saja terkadang mereka kebingungan. Di sinilah kita akan belajar bagaimana pentingnya mempunyai rasa empati, yaitu rasa mampu menggiring diri kita seakan-akan berada di posisi mereka, dan merasakan apa yang mereka rasa.

المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضع بعضا

            Adalah hadist yang menjelaskan bahwa orang-orang mukmin itu bagaikan satu bangunan tunggal yang saling menguatkan satu dan lainnya. Jika kita perhatikan, di dalam hadist dijelaskan bahwa kita ini adalah satu kesatuaan. Yang namanya satu kesatuan tentunya kita akan merasakan hal sama dengan yang lain rasakan, dan jika sudah seperti itu seharusnya kita juga harus bisa ikut merasakan apa yang saudara kita rasakan. Di sinilah peran sara empati itu ada. Apabila ada saudara kita yang kelaparan, apakah kita setega itu hanya membiarkannya begitu saja? Dari sekarang mulailah pupuk dan tanamkan rasa empati dalam diri kita. mulailah bantu mereka yang membutukan pertolongan kita.

            Memberikan pertolongan dan memberikan bantuan itu tidak harus menunggu kita mampu dan kita kaya, memberi pertolongan dan memberi bantuan hanya butuh kemauan. Selebihnya, kita bisa menolong dan membantu semampu yang kita bisa. Menolong dan membantu pun tidak ada ukuran nominal berapa, namun yang dibutuhkan adalah aksi nyata. Sekecil apapun sebisa apapun yang kita mampu maka lakukanlah, tak usah menunggu dan tak usah menundanya. Contoh kecil mungkin bisa kita mulai dari lingkup kecil seperti tetangga, kita bantu tetangga yang sekiranya membutuhkan pertolongan dan bantuan, entah itu dengan memberikan uang atau sekedar beras dan bahan makanan.

            Dengan hal kecil tadi yang mungkin terlihat sepele, Coba bayangkan, apabila bisa dipraktekan oleh semua dari kita. hal itu akan bisa menjadi sebuah aksi besar yang sangat membantu negara dalam mengatasi masa krisis dan ikut andil dalam menjaga kestabilan kemakmuran warga.

            Di usia Indonesia yang kini mencapai umur yang ke 75, marilah kita senantiasa jaga persatuan dan kesatuan. Dan tingkatkanlah rasa empati kita demi mewujudkan kemakmuran.

Tuesday, March 31, 2020



            Di saat menyebarnya wabah COVID-19 seperti sekarang ini, tidak sedikit kalangan santri termasuk saya pribadi yang mengamalkan sholawat, hizb, atau doa yang diijazakan oleh para masyayikh kita untuk menangkal dan mencegah virus ini. Diantaranya beberapa ijazah tersebut seperti sholawat Thibbil Qulub, doa Bismillahilladzi la yadhurru, dan kasidah li khomsatun.
            Pada kesempatan kali ini saya ingin sedikit membahas mengenai kasidah li khomsatun, yang mana kasidah ini adalah ijazah langsung dari Hadrotussyeikh K.H. Hasyim Asy’ari kepada K.H. Romli Rejoso, K.H. Bisri Denanyar, dan K.H . Abdul Wahab Hasbullah. Adapun teksnya adalah sebagai berikut;
لي خمسة أطفي بها # حر الوباء الحاطمة
المصطفى والمرتضى وابناهما والفاطمة
Aku mempunyai lima, yang mana dengan lima ini aku padamkan atau hilangkan wabah yang jahat
Kelimanya yaitu Almusthofa (Nabi Muhammad), Almurtadlo (Sahabat Ali), dan kedua anaknya (Hasan dan Husein), serta Fathimah Azzahra
Namun di sini, saya temukan beberapa teks yang berbeda di sosial media. Ada yang menuliskan والفاطمة (dengan alif lam), ada juga yang menuliskan وفاطمة (tanpa alif lam). Perbedaan inilah yang akan saya bahas pada tulisan ini.
            Sekilas sebenarnya kalimat Fathimah ini jika dilihat dari bentuknya adalah isim alam, yang mana sudah makrifat dan tidak membutuhkan lagi tambahan alif lam. Karena yang bisa menerima alif dan lam adalah isim nakiroh, dan isim nakiroh ketika ditambahi alif lam maka dia akan menjadi isim makrifat, sebagaimana penjelasan dalam bait alfiyah;
نكرة قابل ال مأثر # أوواقع موقع ما قد ذكرا
Isim nakiroh adalah isim yang menerima al, yang mana dengan al tersebut isim nakiroh akan menjadi isim makrifat
Pada intinya faedah alif lam ini adalah untuk menjadikan isim nakiroh menjadi makrifat, dan apabila isim tersebut sudah makrifat, seperti isim alam, maka tidak perlu lagi adanya alif lam.
            Namun setelah saya kroscek dengan beberapa teman saya yang kebetulan nyantri dan menjadi pengurus di pesantren Tebuireng mengenai teks asli dari kasidah li khomsatun ini, apakah kalimat fathimah di sana dengan alif alam tidak. Jawabannya adalah teks aslinya atau yang diijazahkan langsung oleh Hadrotusyeikh, kalimat Fathimah itu dengan alif lam. Tapi bukan berarti yang membaca tanpa alif lam itu tidak benar, karena semua ijazah doa atau amalan itu kembali lagi intinya dengan niat dan kepercayaan kita. Dan memang jika dilihat dari struktur gramatikal pun yang membaca tanpa alif lam itu tidak salah.
            Lalu bagaimana penjelasan mengenai kalimat Fathimah yang bertambahan alif lam sesuai dengan ijazahan dari hadrotusyeikh ini? Saya akan mencoba untuk menjelaskannya berdasarkan sependek pengetahuan saya, dan hasil diskusi saya dengan teman-teman saya yang hebat-hebat. Setidaknya ada beberapa penjelasan mengenai kalimat Fathimah yang bertambahan alif lam.
            Yang pertama, alif lam dalam kalimat Fathimah karena darurat syiir, supaya selaras atau seimbang dengan tafilah dan qofiyah bait atasnya yaitu الحاطمة, oleh karenanya kalimat Fathimah di sini akhirnya ditambahi dengan alif lam dan menjadi الفاطمة. Hal ini sebagaimana penjelasan dalam alfiyah;
ولاضطرار كبنات الأوبر # كذا وطبت النفس يا قيس السري
Dan terkadang alif lam ditambahkan karena darurat syiir seperti lafadz بنات الأوبر (asalnya بنات أوبر) dan طبت النفس (asalnya طبت نفسا)
Jadi pada intinya penambahan alif lam pada kalimat Fathimah menjadi الفاطمة ini bisa jadi karena darurat syiir untuk menyesuaikan dan melaraskan tafilah serta qofiyah dengan bait atasnya.
            Yang kedua, alif lam dalam kalimat Fathimah ini adalah alif lam lilamhi (melirik), yaitu alif lam tambahan yang biasanya masuk pada isim-isim yang manqul (dinukil) dari isim sifat seperti kalimat حارث yang berasal dari isim failnya حرث makan boleh saja ditambahi alif lam menjadi الحارث, atau yang manqul dari selain isim sifat seperti kalimat نعمان yang mempunyai arti asal darah maka boleh ditambahi alif lam menjadi النعمان. Hal ini sebagaimana penjelasan dalam alfiyah;
وبعض الأعلام عليه دخلا # للمح قد كان عنه نقلا
كالفضل والحارث والنعمان # فذكر ذا وحذفه سيان
Sebagaimana beberapa isim alam yang dimasuki alif lam untuk melirik pada makna asalnya yang mana isim tersebut dinukil (dari isim sifat atau selainnya isim sifat)
Seperti alfadhlu (manqul dari isim masdar) dan alharist (manqul dari isim fail) dan annu’man (manqul dari kalimat asal yang bermakna darah), maka penyebutan alif lam dan tidaknya itu sama saja
Dan di sini kalau kita lihat, kalimat فاطمة itu manqul dari isim failnya فطم, makanya penyebutan alif lam dan tidaknya pada kalimat Fathimah itu sama saja, tidak mempengaruhi kemakrifatannya sebagai isim alam.
            Dan biasanya, penambahan alif lam lilamhi pada isim sifat ini berfaedah untuk tafaulan, seperti contohnya apabila حارث itu orangnya suka menanam kebaikan atau menebar kebaikan maka dipanggillah dia dengan tambahan alif lam menjadi الحارث. Adapun pada kalimat فاطمة itu karena tafaulan bahwa semua orang yang mencintainya akan Allah potong atau hindarkan dari api neraka, sebagaimana riwayat nabi;
وقد سمع المسلمون رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول أنما سميت فاطمةُ فاطمةَ لأن الله عز وجل فطم من أحبها من النار
Orang-orang islam telah mendengar nabi bersabda bahwa Fatimah diberi nama Fatimah karena Allah akan memotong atau menghindarkan orang yang mencintainya dari api neraka
Oleh karenanya dalam kasidah ini kalimat Fatimah ditambahi alif lam menjadi الفاطمة boleh jadi wujud tafaulan sekaligus doa hadrotussyeikh agar kita semua yang membaca kasidah ini dan mencintai sayyidah Fahimah bisa terhindar dari api neraka, aamiin. Tapi selebihnya dari itu semua, penulis yakin bahwa penambahan alif lam di sini tentunya ada alasan tersendiri dari hadrotussyeikh yang tida kita ketahui karena keterbatasan ilmu yang kita miliki. Wallahu a’lam.

Monday, March 30, 2020



Banyak dari kalangan kita yang mungkin tak jarang mendengar tiga istilah tadi; tabaarakallah, baarakallah, mabruk. Biasanya ketiga istilah ini akan diucapkan pada suatu momen tertentu, seperti di hari ulang tahun atau pernikahan contohnya.
            Tak jarang beberapa orang yang menggunakan ketiga istilah tadi sebenarnya tidak memahami bahasa Arab secara benar, mereka hanya ikut-ikutan atau meniru orang lain, tanpa mengetahui apa makna sebenarnya di balik istilah itu dan tanpa mau bertanya kepada yang lebih tahu. Ya mungkin saja mereka menggunakan istilah-istilah tadi agar terlihat lebih agamis atau religius, karena memang istilah yang berbau-bau Arab itu dikalangan kita masih dianggap sebagai hal-hal yang berafiliasi dengan kereligiusitasan seseorang.
            Padahal, menurut penulis, mengucapkan selamat atau doa kepada seseorang dengan menggunakan istilah yang berbahasa Indonesia juga tak ada masalah yang penting kan niatnya, seperti mungkin ucapan selamat ya, semoga berkah ya, atau lainnya. Tidak harus dengan istilah yang berbau-bau bahasa Arab. Toh, jika salah penggunaannya kan justru jadi masalah.        
            Nah, pada kesempatan kali ini, penulis ingin mencoba untuk menyampaikan apa yang yang diketahui penulis dari ketiga istilah tadi, yaitu tabaarakallah, baarakallah, dan mabruk.
            Yang pertama adalah تبارك الله (tabaarakallah), mungkin sebagian dari kita masih ada yang menggunakan istilah ini sebagai ucapan selamat atau doa untuk hari ulang tahun, pernikahan, atau sebagainya. Padahal apa kalian tahu makna dari tabaarakallah ini? Muhammad Tabrekan menyatakan bahwa kata tabaaraka ini tidak boleh (secara syara’ maupun secara bahasa) disandingkan dengan selain Allah, karena sebagaimana juga disebutkan oleh Ibnu Duraid bahwa tabaaraka ini adalah sifat yang hanya dimiliki oleh Allah. Adapun makna tabaaraka ini diantaranya adalah tamajjada (maha mulia), ta’addloma (maha agung), dan ta’alaa (maha luhur), pada intinya istilah tabaraaka ini adalah bagian dari ungkapan atau kalimat tanzih (memuliakan) milik Allah. Jadi, jika menggunakan istilah ini sebagai ucapan selamat atau doa yang bermakna semoga diberkahi itu tidaklah tepat, yang tepat adalah untuk pujian atau mengagungkan Allah.
            Yang kedua adalah بارك الله (baarakallah),  atau mungkin ada juga yang menggunakan fiil mudhorinya, yaitu يبارك (yubaarik), istilah baarakallah ini jika dilihat dalam kamus mu’jam alwasith mempunyai arti Allah memberikan kebaikan dan barokah. Dengan kata lain, jika kita menggunakan kata ini kepada seseorang, berarti kita sedang mendoakan seseorang itu agar mendapatkan kebaikan dan keberkahan. Makanya jika ada orang yang sedang ulang tahun atau menikah, dan kita ingin mendoakannya agar mendapatkan kebaikan dan keberkahan, maka ucapkanlah baraakallahu lakum (semoga kalian mendapatkan keberkahan).
            Kemudian yang ketiga dan terakhir adalah مبروك (mabruk), biasanya diucapkan dengan مبروك عليك مبروك (mabruk ‘alaika mabruk), atauمبروك ألف مبروك  (mabruk alfa mabruk), dengan tujuan kita mendoakan agar orang yang kita ajak biacara itu dberkahi atau diberi keberkahan. Padahal jika ditelaah apa arti mabruk ini tidaklah pas digunakan untuk mendoakan agar diberkahi, karena mabruk jika dilihat dari segi morfologi Bahasa Arab berbentuk isim maful yang berasal dari fiil برك (baraka). Sedangkan apa kalian tahu arti dari baraka dalam bahasa Arab? برك يبرك baraka yabruku ini mempunai arti berlutut atau berbaring, ada pula yang mengartikan bersungguh-sungguh. Jadi makna dari mabruk sebenarnya bukanlah yang diberkahi, namun yang diberlututkan atau diberbaringkan. Maka salah jika kita ingin mengungkapkan makna semoga diberkahi dengan kata mabruk, yang benar dan tepat adalah dengan menggunakan kata  مبارك(mubarok) yang memiliki makna yang diberkai, karena isim maful dari kata baaraka yang memiliki arti keberkahan.
            Semoga setelah membaca tulisan ini, kalian tidak lagi salah dalam mengucapkan, menempatkan, dan menggunakan istilah-istilah tabaaraka, baaraka, dan mabruk lagi ya. Wallahu A’lam.

Sunday, March 29, 2020


            Singkat cerita, aku ini adalah seseorang yang sangat mendambakan sesosok wanita, ya, dia wanita yang begitu sempurna. Ibarat kata kalau dia itu bak intan permata, sedangkan aku hanyalah sebuah kerikil kali saja. Betapa tidak, dia adalah sosok yang sempurna, yang cantik, cantiknya luar dalam pula. Akhlaknya jangan ditanya, kepintarannya di atas rata-rata, tingkat kesholehannya apalagi. Sangat kontradiksi dengan diri aku yang realitanya begitu rendah dan hina.
            Rasa kagum, suka, yang berujung cinta ini, aku pendam hampir selama tiga setengah tahun lamanya. Sejak pertama kali mengenal dia di masa menjadi maba (mahasiswa baru), hingga menjelang semester tua, aku pendam rasa cinta yang ada, tanpa sesekali aku coba untuk mengungkapkannya. Kenapa tidak diungkapkan? Bukan karena takut ataupun pengecut, namun karena aku tak mau cintaku ditolak. Karena cinta dalam diam atau yang tak diungkap, adalah sebuah cinta yang tak kan pernah mendapat penolakan. Itulah alasanku mengapa lebih memilih memendamnya selama itu.
            Seiring berjalannya waktu, yang namanya mengagumi dan mencintai sesosok wanita tentunya tidak dengan diam saja. Walaupun aku memilih untuk memendamnya, tapi aku tetap bebas mengekspresikan dan mengeksplornya. Lalu ke dalam bentuk apa aku mengekspresikannya? Ke bentuk puisilah jawabnnya, puisi yang tidak biasa, karena yang aku gunakan adalah bahasa Arab yaitu bahasa penghuni surga. Selaras dengan yang menjadi objeknya puisi, yaitu bidadari surga.
            Kenapa bahasa Arab? Yang pertama karena aku ingin memberikan sesuatu yang tidak biasa tentunya, untuk orang spesial masa dikasihnya yang biasa, kan tidak masuk akal. Oleh karenanya aku memilih menggunakan bahasa Arab, apalagi kebetulan aku kuliyahnya memang mengambil jurusan sastra Arab.
            Akhirnya aku tuangkan apa yang ada di benakku,mulai dari perasaan, emosi, rasa kangen, rasa kagum, dan rasa-rasa nano-nano lainnya, semuanya aku tuangkan dan ekspresikan ke dalam kalimat-kalimat bahasa Arab yang sudah aku pilih diksi-diksi indahnya.
            Dan... inilah hasilnya, sebuah karya pertamaku, buku puisi bahasa Arab yang berjudul حين أقول أحبك  (Ketika Aku Berkata; Ku Mencintaumu) karangan Aghnin Khulqi


            Apabila kalian minat untuk membacanya, dan penasaran segimananya rasaku waktu itu padanya, silahkan boleh menghubungiku langsung di nomer wa ini (085772718421) atau bisa melaui dm ig @uqyy
Terimkasih hehee...

Total Pageviews

Powered by Blogger.

search

Buku (Prediksi) SPMB UIN Jakarta 2021

  SPMB Mandiri atau Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Mandiri, adalah salah satu jalur yang mempunyai kuota paling besar untuk masuk UIN Jak...

About

Aghnin Khulqi adalah seorang mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab semester 6 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Popular Posts