Sunday, December 25, 2016



Iltifat Dalam Al-Fatihah
Tak jarang ilmu balaghoh dan nahwu itu tidak bersinergi. Terkadang dalam ilmu balaghoh terdapat kalam-kalam yang keluar dari kaidah-kaidah atau aturan-aturan dalam nahwu, dan tidak sesuai dengan kaidah atau aturan nahwu yang ada. Hal ini dikarenakan balaghoh lebih mementingkan kesesuaian kalam terhadap konteks kondisi, bukan menyesuaikan dengan kaidah atau aturan nahwu. Maka dari itu tidak usah kaget jika kalian menemukan hal semacam ini.
Penyimpangan balaghoh dari nahwu ini biasa disebut dengan al-‘udul. Salah satu dari al-udul adalah iltifat. Iltifat adalah pengalihan pembicaraan dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya. Lebih simpelnya iltifat ini adalah berubahnya kata ganti dalam suatu kalimat, contohnya yang awalnya menggunakan kata ganti satu kemudian menjadi kata ganti dua.
Bentuk-bentuk iltifat ini ada 6:
1. dari kata ganti pertama (mutakalim) menjadi kata ganti kedua (mukhotob)
2. dari kata ganti pertama (mutakalim) menjadi kata ganti ketiga (ghoib)
3. dari kata ganti kedua (mukhotob) menjadi kata ganti pertama (mutakalim)
4. dari kata ganti kedua (mukhotob) menjadi kata ganti ketiga (ghoib)
5. dari kata ganti ketiga (ghoib) menjadi kata ganti pertama (mutakalim)
6. dari kata ganti ketiga (ghoib) menjadi kata ganti kedua (mukhotob)
Disini penulis akan mengupas sedikit tentang iltifat yang ada dalam surat al-fatihah.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

 Dalam surat al-fatihah ini, yang terdiri dari 7 ayat. Terdapat jenis iltifat nomer 6, yaitu dari dhomir ghoib menjadi dhomir mukhotob. Mari kita lihat pada ayat pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Semua ayat tersebut menggunakan kalimat orang ketiga (ghoib) dengan lafadz الله   dan dhomir  هو  yang tersimpan dalam kalimat  الرحمن الحيم  dan  مالك يوم الدين.
Akan tetapi mulai dari ayat kelima dan keenam, menggunakan kalimat orang kedua (mukhotob). Lafadz الله  yang tadinya berkedudukan sebagai orang ketiga berubah menjadi orang kedua dengan menggantinya dengan dhomir mukhotob إياك   dan fiil amr اهد  yang secara lazimnya menyimpan dhomir mukhotob أنت
Kenapa yang tadinya ghoib berubah menjadi mukhotob. Hal itu dakarenakan lafadz mukhotob tadi إياك itu يدل إلي صاحبه  , menunjukan pada orang yang memilikinya (memiliki rahman, rahim, hamd, yaum ad-din) yang tidak lain tidak bukan adalah Allah swt. Dan juga bertujuan untuk lebih memantapkan dan lebih jelas tujuannya, disamping sudah di takhsis dengan mendahulukan mafulnya. Karena yang namanya berbicara dengan mukhotob itu lebih mantap dan jelas yakin karena orangnya berada langsung dihadapan kita. Laalla showab,,, والله الموفق

Tuesday, December 13, 2016

Sedikit menanggapi pertanyaan dari teman penulis sekaligus guru bagi penulis pada postingan sebelumnya  (membuang mubtada khobar sekaligus), yaitu kang Rofiudin Arif (Santri Ploso Kediri) dan kak Arin Napisah (mahasiswi bahasa sastra arab UIN Jakarta 2014) yang keduanya ini penulis menyebutnya ahlul alfiyah. Kenapa penulis sebut seperti itu, karena memang faktanya keduanya ini sangat nglotok alfiyahnya atau hafal alfiyah diluar kepala, subhanallah bukan. Bukan hanya itu keduanya ini juga paham isinya bukan sekedar hafal saja. Betapa senangnya penulis, tulisannya yang penuh akan kekurangan dan kecacatan ini sempat dilirik dan deberi kritikan dari keduanya.
Sebenarnya terbalik, justru penulis yang seharusnya menimba dan mengeksploitasi ilmu nahwu dari kedua ahlul alfiyah ini. Tapi ya mau bagaimana lagi, sepertinya kedua ahlul alfiyah ini memang sedang mengajari  penulis namun dengan cara yang berbeda ini.
Langsung saja ke pertanyaan ka Arin. Dia bertanya; untuk menentukan taqdir mubtada yang dibuang itu bagaimana?
Kemudian ke pertanyan kang Arif. hukumnya dibuang itu apa? Kemudian ada syarat khususnya tidak?
Bismillah penulis akan mencoba jawab sepengetahuan penulis.
وحذف ما يعلم جائز كما # تقول زيد بعد من عند كما
وفي جواب كيف زيد قل دنف # فزيد استغني عنه إذ عرف
Nadhom ini sebenarnya tidak hanya memberi hukum khusus pada mubtada dan khobar saja, akan tetapi pembuangan segala sesuatu yang sudah diketahui baik itu mubtada atau khobar atau hal bahkan maful bih. Ibnu malik dalam nadhom tadi hanya memberikan dua contoh yaitu pembuangan mubtada dan khobar bukan berarti beliau membatasi dalam hal itu saja. Tetapi kalau di perhatikan sebenarnya beliau memberikan suatu qoidah, apa qoidahnya? Qoidahnya itu yang terletak di awal, yaitu وحذف ما يعلم جائز . Adapun contoh dari qoidah tadi meliputi dua contoh di nadhom selanjutnya yang berisi membuang mubtada dan membuang khobar. Dari qoidah ini dapat diambil suatu pemahaman إن مبنى الكلام على العلم والفائدة , bahwa kerangka utama kalam terdiri atas pemahaman dan faidah (inti atau tujuan dari kalam itu ya bisa memahamkan dan bisa berfaedah, disitulah letak intinya)
Yang menentukan taqdir mubtada itu dibuang atau tidak adalah adanya dalil atau qorinah yang menunjukan bahwa terdapat mubtada atau khobar yang dibuang. Kemudian dari mana kita bisa mengetahuinya? Kita bisa mengetahui melalui pemahaman dan faidah dari kalam tadi. Artinya dalam kalam tersebut sudah maklum dan dapat diketahui bahwa ada mubtada dan khobar yang dibuang, dan kita paham dengan kalam tadi walaupun mubtada dan khobarnya dibuang. Seperti dalam contoh أزيد قائم؟  dijawab نعم  . jawaban  نعم ini bukanlah jumlah melainkan hurfun jawab, jumlahnya dibuang, taqdirnya  نعم زيد قائم. Dari jawaban  نعم  saja pun kita sudah paham apa yang dimaksud tanpa meyertakan  زيد قائم.
Kemudian hukum pembuangannya ini adalah jawaz bukan wajib.
يجوز حذف كل من المبتدأ والخبر عند وجود دليل يدل على المحذوف منهما
Syarat khususnya boleh dibuang atau tidak ya kembali lagi ke awal tadi, إن مبنى الكلام على العلم والفائدة (kerangka kalam terdiri atas pemahaman dan faidah). Apabila kalam tadi bisa memberi pemahaman dan faedah walaupun ada yang dibuang, maka ya boleh hukumnya untuk membuangnya.
Sedikit tambahan postingan penulis sebelumnya, dalam ayat
والّئي يئسن من المحيض من نسائكم إن ارتبتم فعدتهن ثلثة أشهر والّئي لم يحضن...
Ada dua versi pendapat, yang pertama adalah pendapat bahwa lafadz yang dibuang bukanlah jumlah melainkan mufrod yaitu  كذلك. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa yang dibuang berupa jumlah ismiyah yang terdiri mubtada khobar, yaitu عدتهن ثلثة أشهر . Dan pada hakikatnya keduanya ini menempati kedudukan yang sama yaitu sebagai khobar dari والّئي
Demikianlah mungkin sedikit yang dapat penulis sampaikan, penulis yakin masih banyak kekurangan-kekurangan dalam tulisan ini. Dan sangat butuh akan kritikan dan masukan dari pembaca yang terhormat. laalla showab,,, والله الموفق

Saturday, December 10, 2016



Mubtada Khobar Yang Dibuang


Sebagaimana manusia yang diciptakan berpasang-pasangan, dalam gramatikal bahasa arab juga tercipta berpasang-pasangan. Dalam jumlah fi’liyah misalnya, fi’il berpasangan dengan fail. Dalam jumlah ismiyah, mubtada berpasangan dengan khobar. Dalam istisna, mustasna berpasangan dengan mustasna minhu. Dalam tasybih, musyabah berpasangan dengan musyabah bih. Dalam istiaroh, musta’ar minhu berpasangan dengan musta’ar lahu. Dalam qosr, maqsur berpasangan dengan maqsur alaih. Dan masih banyak lagi. 
Dan pasangan-pasangan ini biasanya sudah tidak bisa dipisahkan lagi. Kalau yang satu ada, pasangannya ya harus ada. Kecuali memang jika berada dalam keadaan-keadaan tertentu. Sebagai contoh fiil yang tidak bersama failnya, melainkan naibul fail yang menggantikan posisi fail karena bentuk fiilnya yang majhul. Contoh lain musyabbah yang dibuang dalam tasybih, yang nantinya akan menjadi istiaroh. Contoh lainnya dalam istisna yang mustasna minhunya dibuang sehingga berbentuk kalam naqish.
Disini penulis tidak akan membahas keseluruhan tadi, melainkan hanya akan membahas pembuangan di dalam mubtada dan khobar.
Dalam jumlah ismiyah ini terkadang mubtada ada yang dibuang, sebagaimana contoh dalam kitab kuning terdapat kalimat  فصل في فروض الوضوء (أي هذا فصل في فروض الوضوء)  dan كتاب الطهارة (أي هذا كتاب الطهارة  .Dalam kedua contoh tadi terdapat mubtada yang dibuang yaitu kalimat هذا . adalah salah satu contoh pembuangan mubtada. Bukan hanya mubtada saja yang dibuang, khobar juga ada yang dibuang. Contoh kalimat زيد yang datang sebagai jawab dari pertanyaan من عندك؟   . Contoh tersebut khobar زيد  dibuang yang sebenarnya adalah  زيد عندي  . keterangan ini sebagai mana nadhom dalam alfiyah yang berbunyi
وحذف ما يعلم جائز كما # تقول زيد بعد من عند كما
وفي جواب كيف زيد قل دنف # فزيد استغني عنه إذ عرف
 Bahkan juga ada yang mewajibkan untuk membuang khobar, yaitu seperti dalam mubtada yang di dahului لولا  dan dalam sumpah. Sebagaimana keterangan dalam nadhom alfiyah yang berbunyi
وبعد لولا غالبا حذف الخبر # حتم وفي نص يمين ذا استقر
Selain itu, ternyata juga ada yang mubtada dan khobarnya dibuang sekaligus. Hal ini bisa kita temukan dalam surat at-Talaq ayat 4
والّئي يئسن من المحيض من نسائكم إن ارتبتم فعدتهن ثلثة أشهر والّئي لم يحضن...
Dalam ayat tersebut mubtada yang berupa فعدتهن ثلثة أشهر itu dibuang. Karena sudah maklum. Sebenarnya mubtada dan khobar yang di buang tadi menempati lafadz كذلك . taqdirnya adalah
 والّئي لم يحضن (أي كذلك، أي فعدتهن ثلثة أشهر)  . demikianlah kira-kira, laalla showab,,,

Total Pageviews

Powered by Blogger.

search

Buku (Prediksi) SPMB UIN Jakarta 2021

  SPMB Mandiri atau Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Mandiri, adalah salah satu jalur yang mempunyai kuota paling besar untuk masuk UIN Jak...

About

Aghnin Khulqi adalah seorang mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab semester 6 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Popular Posts