Monday, May 7, 2018






            Kitab ini berjudul Al Mu’jam fi Al I’rob yang disusun oleh Umar Taufiq Supraga dan Muhammad Banis. Berbeda dengan kitab-kitab mu’jam yang lain, kitab mu’jam yang ini bukan membahas kosa kata atau biasa disebut dalam istilah perkamusan dengan nama lema biasa. Tetapi yang dibahas di dalam mu’jam ini adalah lema-lema yang berkaitan atau berhubungan dengan dunia nahwu atau i’rob, karena sesuai dengan namanya Al Mu’jam fi Al I’rob.
            Mu’jam ini tidak terlalu tebal seperti mu’jam-mu’jam lain pada umumnya. Al Mu’jam fi Al I’rob ini hanya terdiri dari 223 halaman isi, dan ukurannya pun hanya sekitar 20X10 cm. Urutan babnya tidak berbeda dengan mu’jam lain yang biasanya menggunakan urutan huruf hijaiyah pada umumnya, namun ada sedikit perbedaan, yaitu tambahan fawaid i’robiyah di bab terakhir setelah huruf ya’. Jadi di dalam fihris (daftar isi) terdapat 29 bab dari huruf alif hingga fawaid i’robiyah.
            Seperti sudah dijelaskan di awal, kosa kata atau lema yang terkandung di dalam mu’jam ini berbeda dengan mu’jam biasanya. Di dalam mu’jam eka bahasa ini (yang menggunakan satu bahasa saja, yaitu menerjemahkan atau menjelaskan bahasa Arab dengan bahasa Arab) memuat lema-lema yang khusus dan berbeda. Seperti contohnya di dalam bab huruf alif. Di sana terdapat “a” ( أَ ) yang selanjutnya ada beberapa suplema (menyebutkan arti atau penjelasan dari lema), suplema satu menjelaskan bahwa lema tadi adalah huruf istifham dilengkapi pengertian dan hukumnya dengan memberikan pula contohnya, seplema kedua menjelaskan bahwa lema tadi adalah huruf nida dengan susunan yang sama seperti suplema yang satu, dan seterusnya.
            Keistimewaan lain dari mu’jam ini selain ringkas dan padat, adalah bahasanya yang tidak bertele-tele, ringan, sederhana, dan mudah dipahami. Sehingga mempermudah bagi para penggunanya tentunya untuk memahami lema-lema yang terdapat di dalamnya. Selain itu masih ada keistimewaan yang lain, di dalam mu’jam ini terdapat beberapa kalimat yang dicetak dengan tinta merah. Hal ini dilakukan agar mempermudah pembaca dalam menghafal dan membaca langsung poin penting yang sudah ditulis dengan tinta merah tadi.
            Terakhir dari saya sendiri. Sangat merekomendasikan bagi para mahasiswa bahasa Arab atau para santri yang mengkaji kitab-kitab klasik berbahasa Arab untuk memiliki kitab Al Mu’jam fi Al I’rob ini. Bukan niat untuk promosi atau bagaimana, tetapi saya sendiri merasa sangat terbantu dengan adanya kitab ini, khususnya ketika sedang mengkaji mauqi’ al i’rob suatu kalimat bahasa Arab.

Wednesday, May 2, 2018




Bagi pelajar atau mahasiswa Bahasa dan Sastra arab, atau pendidikan Bahasa Arab, atau bahkan mungkin jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, dan semua jurusan-jurusan kebahasaan lainnya. Tentunya mempunyai kamus adalah suatu keharusan. Mengapa? Karena bagi pengkaji atau mahasiswa bahasa yang notabennya mengkaji dan mempelakari bahasa asing, seperti Bahasa Arab dan Inggris, tentunya membutuhkan alat bantu kebahasaan seperti kamus agar mempermudah proses belajar dan pengkajiannya.
Karena penulis sendiri adalah mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Arab, menurut penulis ada yang menarik dari dunia perkamusan sendiri dalam bidang kebahasa Araban. Bukan soal sejarah, macam, atau fungsinya. Akan tetapi soal namanya. Di dalam kebahasa Araban, selain istilah qomus kita juga mengenal istilah mu’jam. Nhahh,,, di sinilah topik pembahasan tulisan kali ini, yaitu akan sedikit membahas tentang perbedaan antara qomus dan mu’jam.
Kamus di dalam KBBI (kamus besar Bahasa Indonesia) mempunyai beberapa pengertian, diantaranya adalah; buku acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian, atau terjemahannya. Adapun mu’jam sendiri tidak termaktub di dalam KBBI. Karena memang mu’jam sendiri adalah Bahasa Arab bukan Bahasa Indonesia, berbeda dengan kamus yang diserap dari qomus, dan sudah menjadi Bahasa Indonesia.
Jika tadi sudah menukil pengertian kamus dari KBBI yang notabennya Bahasa Indonesia, sekarang kita akan merujuk ke Bahasa Arab. Qomus secara bahasa mempunyai makna laut yang dalam, berasal dari kata qo-ma-sa yang artinya juga mencelupkan (ke dalam air) atau tenggelam. Dalam dunia leksikografi (perkamusan) Bahasa Arab, Abu Thohir Muhammad bin Ya’qub bin Ibrohim Al Fairuz Abadi atau yang masyhur dengan sebutan  Alfairuz Abadi telah menyusun sebuah kamus Bahasa Arab dengan menggunakan istilah qomus, yaitu Al Qomus Al Muhith.
Ulama-ulama bahasa zaman dahulu memang banyak menggunakan istilah-istilah laut sebagai nama karangannya, buka hanya Fairuz saja yang menggunakan istilah laut pada karangannya Al Qomus Al Muhith, Ibnu Ubad juga menggunakan istilah laut pada karangannya yang berjudul Al Muhith fi Al Lughoh.
Karena Al Qomus Al Muhith karya Fairuz ini disusun dengan sangat apik dan mudah digunakan, dan mencapai 20.000 kosa kata lebih dengan penjelasan yang tidak bertele-tele, serta dilengkapi juga dengan contoh-contoh, sehingga sering dijadikan rujukan oleh ulama-ulama lughoh akhirnya menjadi tenar dan masyhur pada masa itu. Sehingga menimbulkan pergeseran makna qomus yang tadinya hanya mempunyai makna laut yang dalam kini juga mempunyai makna segala bentuk kamus kebahasaan.
Sedangkan mu’jam secara bahasa musytaq dari a’jama yang mempunyai makna orang asing atau orang non arab. Sedangkan secara istilahnya adalah kitab atau buku yang mengampu sekian banyak kosa kata bahasa yang tersusun secara khusus sesuai dengan sistematis dan metodenya masing-masing. Pengertian lainnya adalah kumpulan kosa kata bahasa yang disertai penjelasan maknanya dan pecahan atau cabang-cabangnya dan cara pengucapannya serta penjelasan penggunaannya.
Ada perbedaan pendapat siapa yang pertama kali menggunakan kata mu’jam ini. Pendapat pertama mengatakan orang yang pertama kali menggunakan kata mu’jam ini adalah Abu Qosim Abdullah bin Muhammad Al Baghowi di dalam karangannya yang berjudul Al Mu’jam Al Shoghir dan Al Mu’jam Al Kabir. Pendapat lain, menurut Abdul Ghofur Atthar, orang yang pertama kali menggunakan kata mu’jam adalah Abu Ya’la At Tamimi dalam karyanya Mu’jam Al Shohabah.
Kedua karya tadi yang menggunakan kata mu’jam, semuanya adalah kitab tentang ilmu rijalul hadis. Dan dengan seiring perkembangan zaman, istilah mu’jam pun digunakan sebagai nama karya atau kitab kebahasaan yang mengumpulkan kosa kata disertai makna dan penjelasannya. Seperti Mu’jam Al Ain karya Kholil bin Ahmad (tokoh pencetus leksikografi Arab) dan Mu’jam Lisan Al Arab karya Ibnu Mandhur (kamus bahasa terlengkap hingga saat ini).
Menurut Dr. Ibrohim As Samironi penggunaan kata mu’jam-lah yang lebih tepat, karena menurutnya kata qomus ini sebenarnya adalah nama karya Fairuz saja, sedangkan mu’jam lebih tepat digunakan untuk menunjukan karya-karya leksikografi atau perkamusan lainnya. Dr. Abdul Ali Alwadghiri juga berpendapat bahwa qomus mempunyai makna seluruh kitab atau karya yang bertujuan sebagai pendidikan dan budaya. Adapaun mu’jam adalah kumpulan satuan-satuan perkamusan yang tidak terbatas atau terbatas yang dimiliki oleh suatu kaum bahasa tertentu dengan penjelasannya yang detail dan rinci.
Dari sini bisa kita simpulkan, bahwasanya mu’jam adalah kumpulan kosa kata yang terbatas atau tak terbatas berikut dengan penjelasan maknanya yang masih dalam bahasa yang sama, dan metode penyusunnya bermacam-macam. Sedangkan qomus adalah kumpulan unit kosa kata dengan metode yang sesuai atau tertentu dan disertai dengan penjelasan bahasa yang sama atau bahasa asing, dan kebanyakan metode penyusunannya sesuai urutan abjad.

Total Pageviews

Powered by Blogger.

search

Buku (Prediksi) SPMB UIN Jakarta 2021

  SPMB Mandiri atau Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Mandiri, adalah salah satu jalur yang mempunyai kuota paling besar untuk masuk UIN Jak...

About

Aghnin Khulqi adalah seorang mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab semester 6 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Popular Posts