Friday, October 14, 2016



Perbedaan tamanni dan taroji dalam segi nahwu dan balaghoh
Dalam nahwu. Jika kita mempelajari kitab alfiyah, di bab إن وأخواتها   kita akan menemui lafadz  ليت  dan  لعل. Dan hal itu akan berkaitan dengan istilah tamanni dan taroji.
Sebenarnya apa sih tamanni dan taroji itu?
Tamanni adalah طلب ما لا طمع فيه أو ما فيه عسر yang artinya meminta perkara yang tidak mungkin diharapkan atau sulit diwujudkan (tidak mungkin terjadi), seperti contohnya;
ألا ليت الشباب يعود يوما  yang artinya semoga sifat muda bisa kembali lagi di suatu hari. Hal ini tidak akan mengkin terjadi, karena yang namanya waktu akan terus berjalan dan tidak akan mungkin kembali lagi bukan.
Kemudian taroji adalah ارتقاب شيء محبوب ممكن   yang artinya mengharapkan sesuati yang disenangi dan mungkin terjadi, seperti contohnya:
لعل الحبيبة قادمة  yang artinya semoga sang kekasih datang. Hal ini masih mempunyai kemungkinan terjadinya, karena kedatangan seorang kekasih itu bukanlah hal yang mustahil. Kecuali kalau orangnya jomblo, ngapain juga mengharap kedatangan kekasih kalau jomblo wkwkwk.
Dalam balaghoh. Jika kita mempelajari kitab jawahir al-balaghoh pada bab في حقيقة الإنشاء وتقسيمه   kita akan menemukan tentang pembahasan pembagian insya, yang terbagi menjadi إنشاء طلبي   dan إنشاء غير الطلبي
Insya tholabi adalah kalam yang menuntut atau memerlukan suatu perkara di saat perkara tadi belum terjadi pada waktu penuntutan. Jadi maksud dari insya tholabi ini adalah mutakalim menginginkan sesuatu dari mukhotob dan sesuatu tadi belum terjadi disaat mutakalim meminta sesuatu tadi atau disaat mutakalim berbicara pada mukhotob.
Sedangkan insya ghoiru tholabi adalah kalam yang tidak menuntut atau memerlukan sesuatu yang di saat itu belum terjadi. Berbeda dengan insya tholabi tadi, kalau insya ghoiru tholabi tidak menuntut apapun dari mukhotob, artinya mutakalim hanya berbicara yang cukup hanya didengar oleh mukhotob tanpa diminta melakukan apapun.
Tamanni tadi kalau di dalam balaghoh tergolong kedalam insya tholabi, sedangkan taroji tergolong kedalam insya ghoiru tholabi.
Jika dicermati lagi sebenarnya ada yang janggal dalam hal ini, oleh karenanya penulis tidak menyia-nyiakan kesempatan bertanya kepada Prof. Dr H. D. Hidayat MA. Guru besar bahasa arab di UIN Jakarta di saat pengajian balaghoh di pesantren luhur sabilussalam.
Jika dicermati tamanni tadi, yang terjadinya itu mustahil, di dalam balaghoh malah masuk kedalam kategori insya tholabi yang memerlukan akan mathlub (sesuatu yang dituntut). Sedangkan taroji, yang kemungkinan terjadi, malah masuk kedalam kategori insya ghairu tholabi yang tidak memerlukan mathlub.
Penjelasan dari beliau akan masalah ini adalah. “kalau nahwu itu sebagai hukum akal ketentuan-ketentuan, dan balaghoh itu lebih ke makna dahulu kemudian menggunakan kalimat yang sesuai dengan keadaan. Tadi kenapa tamanni yang mustahil terjadinya, di balaghoh justru termasuk ke dalam kategori tholabi, Sedangkan taroji yang ada kemungkinan untuk terjadinya, di balaghoh justru termasuk dalam kategori ghoiru tholabi? karena kesungguhan pengharapan yang ada di tamanni itu lebih besar dibanding taroji. Kalau di logika sesuatu yang mustahil itu justru akan menimbulkan pengharapan yang amat sangat untuknya. Dan sesuatu yang kemungkinan untuk terjadinya, kita tidak terlalu berharap sangat, karena kita tahu pasti kalau hal itu masih mungkin untuk terjadi.
Sekian, semoga bermanfaat J

10 comments:

Total Pageviews

Powered by Blogger.

search

Buku (Prediksi) SPMB UIN Jakarta 2021

  SPMB Mandiri atau Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Mandiri, adalah salah satu jalur yang mempunyai kuota paling besar untuk masuk UIN Jak...

About

Aghnin Khulqi adalah seorang mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab semester 6 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Popular Posts