Alquran
adalah kitab suci umat islam, di dalamnya mengandung pedoman hidup yang
komprehensif bagi umat islam. Semua aspek dibahas di dalamnya mulai terkecil
hingga yang besar. Selain sebagai pedoman hidup, Alquran ini juga sebagai
mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Salah satu cara untuk
mengetahui atau merasakan secara langsung kemukjizatan Alquran ini adalah
dengan cara melihat keindahan bahasanya yang tidak tertandingi, dan untuk bisa
mengkaji bahasa Alquran yang indah ini membutuhkan beberapa ilmu bantu
diantaranya nahwu, shorof, dan balaghoh.
Bisa
dikatakan ilmu balaghoh ada karena adanya Alquran. Karena memang sampai saat
ini Alquran lah satu satunya yang menggunakan bahasa paling indah, dan tiada
tandingannya. Ilmu balaghoh tidak lain membahas stilistika bahasa atau
sederhananya membahas tentang gaya keindahan bahasa. Jadi memang Alquran inilah
yang cocok menjadi objek pertama kajian balaghoh disamping syair-syair,
qosidah-qosidah dan lainnya.
Kali
ini penulis hanya akan sedikit membahas tentang salah satu kebalaghohan yang
ada di dalam Alquran, yaitu majaz mursal musababiyah. Sederhananya majaz
mursal musababiyah ini adalah “kalimat yang dengan sengaja digunakan untuk
makna yang bukan aslinya dengan menggunakan hubungan musababiyah (menyebutkan
akibat dan tidak menyembunyikan sebabnya)”. Contohnya yang terdapat dalam surat
Al Ghafir ayat 13:
....وينزّل لكم من السماء
رزقا....
Dan Allah menurunkan rizki dari
langit untuk kalian
Di dalam ayat ini
menyebutkan bahwa Allah menurunkan rizki dari langit untuk manusia. Sebenarnya
bukan rizki yang Allah turunkan dari langit, akan tetapi hujan yang turun dari
langit, yang kemudian dari hujan tersebut dapat mendatangkan rizki entah berupa
tanaman subur hingga berbuah, air sumur tidak kekeringan, padi di sawah menjadi
subur yang akhirnya panen besar dan mendapatkan uang, dan lain lainnya. Karena tidak
mungkin Allah secara langsung menurunkan rizki berupa buah-buahan atau uang dari
langit sekaligus.
Bagaimana? Indah bukan? Bahasa
Alquran dengan kebalaghohannya. Ternyata bukan sekedar keindahan saja yang ada
dalam penggunakan majaz mursal musababiyah di dalam ayat ini, masih ada makna
lain di balik penggunaan kalimat rizki bukan kalimat hujan di sini.
Jadi, jika diilustrasikan
seperti ini. Seandainya di dalam ayat tadi menggunakan kata hujan bukan kata rizki.
Ketika hujan itu turun dan justru menyebabkan banjir, mungkin sebagian dari kita
akan ada yang menyalahkan Allah karena di dalam ayat disebutkan bahwa Allah-lah
yang menurunkan hujan. Tapi nyatanya, di dalam ayat tadi disebutkan bahwa yang
Allah turunkan itu rizki bukan hujan. Jadi kalau hujan turun lalu banjir, itu
kan bukan rizki, ya berarti bukan Allah yang menurunkannya. Jadi kalo banjir itu
terjadi ya karena kesalahan manusianya sendiri.
Coba kalian kaitkan kasus
ini dengan surat Ar Rum ayat 41 yang artinya: “telah tampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,,,”. Dan surat
An Nisa ayat 79 yang artinya: “kebajikan apapun yang kamu peroleh, adalah
dari sisi Allah, dan keburukan apapun yang menimpamu itu kesalahan dirimu
sendiri,,,”. Sudah semakin jelas bukan jika ditambah dengan kedua ayat ini
yang masih ada keterkaitan dengan kasus banjir karena hujan tadi. Jadi kalo
hujan terus banjir ya jangan sepihak menyalahkan Allah, ngaca dulu, pasti ada
yang salah pada diri kita, entah itu membuang sampah sembarangan, membangun
gedung-gedung di tempat saluran air, tidak mau menjaga sungai selalu bersih,
atau yang lainnya. Toh kalau mau menyalahkan Allah yang telah menurunkan hujan,
ayat di atas tadi kan sudah menyebutkan bahwa yang Allah turunkan rizki bukan
hujan. Jadi, yuk mari kita perhatikan lagi sampah-sampah kita, saluran pembuangan
air kita, agar tidak lagi terjadi banjir.
Dikutip dari pengajian Jawahir
al-Balaghoh oleh Prof. Dr. K.H. D. Hidayat, MA.