Dalam ilmu balaghoh, tepatnya dalam bab ilmu bayan. Yaitu yang berkedudukan
setelah ilmu maani dan sebelum ilmu badi. Ada tiga pembahasan yang akan dibahas
di dalamnya, yaitu tentang tasybih, majaz, dan kinayah. Dalam tulisan
kali ini, penulis mungkin tidak akan membahas tentang tasybih. Karena kali
ini penulis akan sedikit membahas tentang majaz dan kinayah.
Sebelumnya mari kita ulas kembali sedikit tentang pengertian majaz
dan kinayah.
المجاز: هو اللفظ المستعمل في غير ما وضع له في اصطلاح التخاطب لعلاقة
: مع قرينة، مانعة من إرادة المعنى الوضعى
Majaz adalah
lafadz yang digunakan bukan dalam makna aslinya dalam istilah pembicaraan
karena adanya alaqoh beserta qorinah, yang mencegah dimasukannya atau
digunakannya makna asli.
الكناية: لفظ
أريد به غير معناه الذي وضع له، مع جواز إرادة المعنى الأصلي لعدم وجود قرينة
مانعة من إرادته
Kinayah adalah
lafadz yang digunakan untuk menunjukan pada bukan makna aslinya, besertaan
boleh digunakan untuk menunjukan pada makna aslinya karena tidak adanya qorinah
yang mencegah untuk mendatangkan makna aslinya.
Langsung saja mari kita lihat contoh
dari keduanya.
وينزل لكم من السماء رزقا
Dan menurunkan
rezeki dari langit untukmu
Kalimat di atas adalah contoh dari majaz, yaitu majaz
musabbabiyah (akibat). Karena lafadz rizqon adalah menjadi musabbab
atau dalam bahasa Indonesianya adalah akibat. Rezeki ini akibat dari hujan. Karena
hujan yang kemudian menumbuhkan dan mensuburkan tanaman yang kemudian menjadi
rezeki bagi manusia.
زيد طويل النجاد
Zaid itu
panjang sarung pedangnya.
Kalimat di atas adalah contoh dari kinayah. Karena dari kalimat ini
mempunyai dua makna, yang tersurat dan yang tersirat. Yang tersuratnya jelas
Zaid mempunyai sarung pedang yang panjang. Yang tersiratnya adalah Zaid seorang
yang pemberani. Kenapa makna yang tersiratnya itu Zaid seseorang yang
pemberani? Karena lazimnya jika sarung pedangnya itu panjang, maka orang yang
memiliki pedang itu adalah orang yang tinggi besar, dan orang yang tinggi besar
itu lazimnya seseorang yang gagah dan pemberani.
Dari kedua contoh tadi setidaknya
sudah dapat diambil sedikit kesimpulan perbedaan antara majaz dan kinayah. Majaz
itu yang digunakan hanyalah makna bukan aslinya atau makna yang tersiratnya
saja, dan makna aslinya atau yang tersurat tercegah atau tidak bisa digunakan. Karena
tidak mungkin secara tiba-tiba langit bisa menurunkan rezeki. Sedangkan kinayah,
makna asli atau tersuratnya dan makna tidak asli atau tersiratnya, keduanya
sama-sama bisa digunakan dan itu tidak tercegah atau boleh.
Dari sini sudah jelas persamaan dan
perbedaan antara majaz dan kinayah. Persamaannya, keduanya sama-sama memiliki
makna tidak asli atau tersirat. Dan perbedaannya, majaz yang digunakan hanyalah
makna tidak aslinya. Sedangkan kinayah, makna asli dan tidak aslinya sama-sama
bisa digunakan.
Akan tetapi lagi-lagi ada
pengecualian di dalam Alquran. Di dalam tema dan ayat tertentu pada Alquran ada
beberapa kinayah yang makna tidak aslinya atau tersiratnya saja yang bisa
digunakan, sedangkan makna aslinya atau tersuratnya tidak bisa digunakan. Oleh karenanya
tulisan ini penulis beri judul kinayah yang seperti majaz, dalam tidak berlakunya
makna aslinya.
والسموات مطويات بيمينه
Dan langit
digulung dengan tangan kananNya
Dalam ayat di atas, kita tidak boleh
menggunakan makna aslinya atau tersuratnya. Dalam kinayah satu ini kita hanya
boleh menggunakan makna tidak aslinya atau tersiratnya saja, yaitu sempurnanya kekuasanNya.
Karena kita tidak boleh menyifati Allah mempunyai tangan kanan, karena Allah
mempunyai sifat mukholafatul lilkhawaditsi (tidak sama dengan
makhluknya).
Hampir sama dengan postingan
sebelumnya yang membahas tentang qod dalam Alquran, kali ini membahas tentang
kinayah yang ada dalam Alquran yang lagi-lagi tak jarang ada pengecualian dalam
Alquran, karena memang melihat dan menyesuaikan siyaqul kalamnya, serta
kedudukan Alqurannya yang karya sastra paling tinggi yang ada di dunia.
Bahasa Arab itu menarik untuk dikaji
kawan, terlebih lagi bahasa Alquran. Sekian dari penulis semoga bermanfaat
dikutip dari
pengajian Jauhar al-Balaghoh bersama Prof Dr. H.D. Hidayat MA. Di Pesantren
Luhur Sabilussalam