Belajar
dari Kasrohnya lafadz إِنَّ
Lafadz إِنَّ dalam bahasa arab ada kalanya wajib
dikasroh, wajib difathah, atau boleh memilih antara kedua. Kali ini kita akan
membahas tentang wajib kasrohnya lafadz إِنَّ
Kasrohnya إِنَّ
di sini di analogikan sebagai sesuatu yang dibawah, maksudnya adalah tidak
boleh sombong karena sejatinya berada dibawah huruf yang diharokati.
فاكسر في الابتداء
وفي بدء صلة # وحيث إن ليمين مكملة
أو حكيت بالقول أو
حلت محل # حال كزرته وإني ذو أمل
Dari nadzom al fiyah
tersebut ada beberapa tempat yang mewajibkan إِنَّ
untuk dikasroh;
Yang pertama adalah ketika
diawal (nomer satu)
Jadi walaupun kita menjadi
nomer satu, menjadi bintang kelas misalnya atau menjadi seorang juara pertama
dalam suatu perlombaan. Kita tidak boleh sombong atas keberuntungan kita
tersebut karena sudah menjadi yang paling awal atau menjadi yang nomer satu.
Yang kedua adalah ketika
diawal shilah (hubungan)
Jadi ketika kita memulai
suatu hubungan dengan seseorag, ta’arufan misalnya, kita tidak boleh secara
langsung menceritakan dan sombong dengan semua kelebihan kita dengan teman
kita. Karena sejatinya teman yang baik adalah teman yang justru menerima semua
kekurangan temannya. Oleh karena itu ketika kita berkenalan dengan teman baru tidak
perlu sombong dengan semua kelebihan yang kita miliki, lebih baik kita bersikap
apa adanya.
Yang ketiga adalah
jawabnya sumpah
Jawabnya sumpah disini
diibaratkan sebagai jawaban atas suatu persoalan atau bisa disebut solusi. Seorang
pemberi solusi tentunya adalah seseorang yang berperan sangat penting, karena
tanpanya masalah tidak akan terselesaikan. Dalam jawab sumpah ini juga nantinya
dituntut akan adanya lam taukid. Lam taukid bisa diibaratkan sebagai penguat
atau pendukung solusi tadi. Jadi ketika kita memberikan solusi kita dituntut
untuk memberikan solusi yang benar-benar meyakinkan dan benar-benar mampu untuk
menyelesaikan masalah. Dan sekali lagi, jika kita berada diposisi sebagai
pemberi solusi tadi, jangan sambong dan jangan merasa posisi kita penting,
walaupun adanya seorang pemberi solusi itu penting agar masalah dapat
terselesaikan.
Yang keempat menjadi
hukiyat bilqoul
Hukiyat bil qoil disini
bisa diartikan sesuatu yang sedang diomongkan, atau sesuatu yang sedang
tenar/terkenal. Jadi apabila suatu saat kita menjadi seseorang yang terkenal,
kita tidak boleh sombong atas ketenaran dan keterkenalan kita.
Yang kelima menjadi hal
(penjelas keadaan)
Menjadi seorang penjelas
tentunya dia sudah lebih dulu paham diantara yang lainnya, dan dituntut pula
untuk menjelaskan kepada yang belum paham. Ketika kita di kelas misalnya, kita
sudah paham akan suatu pelajaran yang dosen atau guru atau ustadz sampaikan,
tetapi ada teman kita yang masih belum paham. Di situ kita dituntut untuk
menjelaskan kepada teman kita yang belum paham, karena ilmu yang bermanfaat itu
ya ilmu yang diamalkan. Dan ketika kita menjadi seorang penjelas atau orang yang
lebih dulu paham tadi, kita tidak boleh sombong dan sebaiknya kita bantu teman
kita yang lain yang butuh penjelasan dari kita.